MEMANDANG GERAKAN MAHASISWA SAAT INI
Abdul Rahman/Ame' (Gerakan Perjuangan Mahasiswa Demokratik Parepare)
Kaum
intelektual dan agent of change itulah yang selalu di dengungkan kepada
kaum muda atau mahasiswa. Memandang situasi gerakan mahasiswa (dalam
hal ini konteks Indonesia) adalah suatu keharusan bagi kita yang
notabenenya adalah bagian atau termasuk sebagai kaum muda yang intelek.
Berbicara soal gerakan mahasiswa saat ini pastinya tidak bisa terlepas
dari sejarah mahasiswa dan gerakan mahasiswa itu sendiri, namun
sebelumnya kita mesti memahami apa itu gerakan mahasiswa. Gerakan
mahasiswa bisa di katakan kegiatan kemahasiswaan yang ada di dalam
maupun di luar perguruan tinggi yang dilakukan untuk meningkatkan
kecakapan, intelektualitas dan kemampuan kepemimpinan para aktivis yang
terlibat di dalamnya. Namun itu bukan hanya sekedar meningkatkan
intelektualitas dan kecakapan semata, ada tujuan penting dari gerakan
mahasiswa itu sendiri yaitu pembebasan rakyat dari tirani.
Coba
kita flashback atau membuka kembali lembaran-lembaran sejarah tentang
gerakan mahasiswa khusunya Indonesia. Dalam sejarah perjuangan bangsa
Indonesia, gerakan mahasiswa seringkali menjadi cikal bakal perjuangan
nasional, Gerakan Boedi Oetomo (1908) salah satu bukti betapa
berpengaruhnya mahasiswa ini dalam hal perkembangan bangsa. Kita tau
bahwa Gerakan ini didirikan oleh pemuda-pelajar-mahasiswa dari lembaga
pendidikan STOVIA, wadah ini merupakan refleksi sikap kritis dan
keresahan intelektual terlepas dari primordialisme Jawa yang
ditampilkannya. Gerakan ini sangat memberikan pengaruh besar di
Indonesia dimana kita ketahui melahirkan pemuda-pemuda sampai sekarang
masih sering kita dengar bahkan di sebut sebagai guru bangsa, seperti
misalnya Soekarno, Hatta, Tan Malaka, dan Syahrir tentunya. bahkan
sampai pada pasca kemerdekaan Indonesia 1945 pun gerakan mahasiswa
(waktu itu masih di katakana pemuda) masih terbukti jelas masifnya
gerakan mereka. Walau berbagai asumsi lahir sekarang ini tentang
terkotak-kotakkannya juga gerakan mereka yang memang notabenenya gerakan
pemuda ke daerahan atau seperti organda yang kita kenal saat ini. Namun
itu jauh lebih baik jika di bandingkan dengan gerakan mahasiswa
sekarang yang justru lebih terkotak-kotaknya lagi, pragmatis, elitis,
dan eksklusif. Dan coba kita lihat juga prestasi yang di capai gerakan
mahasiswa dan rakyat pada saat penggulingan rezim dan system Orde baru
Soeharto. Walaupun lahir lagi sebuah asumsi yang menyatakan gerakan itu
bukanlah murni gerakan atas nama Rakyat Indonesia yang tertindas atas
Orba. Bahkan di katakan bahwa gerakan itu justru merupakan settingan
dari pelaku penjajahan gaya baru Indonesia itu sendiri atau yang kita
sebut Kapitalisme.
Jika kita melihat pemikiran dan perkembangan
secara individual mahasiswa sekarang memang tidak bisa di nafikkan bahwa
mereka memang pantas di daulat sebagai Agent Of change atau Social
Control. Namun kambali lagi bahwa bukan hanya konsep atau teori yang
kita butuhkan sekarang ini tapi justru lebih kepada implementasinya. Ada
pernyataan yang mengatakan bahwa 1 ons gerakan/implementasi lebih
berharga di bandingkan 100 kg konseptor. Dan itu yang benar-benar
terjadi di Indonesia saat ini, Indonesia bisa di bilang gudang para
konseptor karna memang pemikiran-pemikiran dan pembacaan situasi atau
geopolitiknya yang tajam dan jelas tapi semua itu tidaklah berguna jika
tidak ada gerakan nyata yang harus di lakukan mahasiswa sekarang ini.
Berbagai Macam Krakteristik Mahasiswa Saat ini
Memang jelas jika di katakan berbagai macam krakteristik mahasiswa,
karena memang mahasiswa sekarang ini sepertihalnya barang dagangan. Ada
yang berkualitas, sedang, bahkan tidak berkualitas sama sekali. Penyakit
apatis dan hedon mungkin yang sangat urgen di miliki mahasiswa sekarang
ini. sudah banyaknya mahasiswa yang tidak tahu posisinya dan tidak
mampu membaca kondisi Indonesia saat ini yang sebenarnya telah mengalami
penjajahan gaya baru. Banyak hal memang yang mempengaruhi ke apatisan
dan hedonisme yang menggrogoti mahasiswa bahkan anggapan buruknya
tentang organisasi.
Disini saya lebih menekankan
mahasiswa untuk berorganisasi, dimana kita sendiri mengetahui bahwa
posisi dan kondisi yang saya maksud tadi akan tercipta dan lahir
kebenyakan karena dukungan organisasi atau orang yang berorganisasi.
Namun nyatanya ketakutan akan organisasi bahkan anti organisasi kini di
alami oleh sebahagian besar mahasiswa saat ini. contoh yang
mempengaruhinya adalah doktrin-doktrin regulasi kampus dan juga
pandangan buruk dari orang tua. Namun sebenarnya yang lebih fatal adalah
dari aktivis organisasi itu sendiri, karena nyatanya justru para
organisatorislah yang memang seakan memperlihatkan
keburukan-keburukannya otomatis paradigma buruk terhadap mahasiswa yang
berorganisasi jelas buruk pula di mata para orang tua dan mahasiswa yang
tidak berorganisasi. Terus apa gagasan untuk permasalahan seperti ini ?
jelas harus di jawab oleh para organisatoris tentunya.
Di masa
orde baru, organisasi-organisasi mahasiswa dicekal dengan berbagai cara
bahkan diskusi-diskusi forum mahasiswa juga sangat di haramkan karena di
takutkan mahasiswa mulai terfokus pada permasalahan-permasalahan
birokrasi pada waktu itu. Namun si penguasa jelas tidak tinggal diam
jika mahasiswa semakin gencar dengan gerakannya yang sudah mulai sadar
akan buruknya dan tertindasnya kita di zaman ordebaru. Maka di
kampus-kampus pada waktu itu sudah mulai di masuki oleh pihak militer
untuk malihat situasi dan kondisi mahasiswa dan juga menetapkan regulasi
kampus yang pro terhadap pemerintahan Soeharto. Kemudian ada juga
bentuk lain penggiringan mahasiswa itu untuk selalu terkungkung dalam
kampus dengan pengawasan regulasi dan militer, yaitu pembentukan NKK/BKK
(Normalisasi kehidupan Kampus dan Badan Koordinasi Kampus. NKK/BKK
seakan menjadi obat bagi mahasiswa yang kehausan organisasi atau
aktivitas-aktivitas organisasi. NKK/BKK atau BEM dan HMJ yang kita kenal
sekarang (yang notabenenya organisasi internal kampus) bertujuan untuk
mengikat mahasiswa dan memberikan kesibukan-kesibukan yang hanya
mengurusi persoalan kampus semata, sehingga keeksistensian organisasi
eksternal kampus pun mulai hilang. Bahkan persoalan itu sampai sekarang
masih banyak di alami oleh mahasiswa yang seakan sibuk dengan organ
intra dan tak mau lagi menyentuh organ ekstra yang justru pembahasannya
lebih terfokuskan atau berorentasikan kehidupan Sosial, ekonomi,
politik, dan budaya.
Memberikan penyadaran terhadap posisi yang
semestinya di ketahui atau disadari oleh mahasiswa sekarang ini, dan
tulisan ini adalah salah satu dari cara penyadaran yang saya lakukan.
Saya sangat berharap kesadaran akan lahir di jiwa mahasiswa yang apatis,
hedonis, anti organisasi, bahkan yang berorganisasipun yang belum
menyadari semuanya.
Gerakan Mahasiswa Yang Pragmatis dan Eksklusif
Gerakan mahasiswa kini mungkin gencar kita lihat di media-media dan
lingkungan kita sendiri. Entah itu bersifat aktivitas internal bahkan
sampai pada gerakan yang turun ke jalan. Mahasiswa di identic dengan
Demonstrasi entah itu aksi damai ataupun yang bersifat frontal atau
barbar. Semua itu pastinya kembali lagi pada internal organisasi atau
mahasiswa itu sendiri. Tapi jujur terkadang pula semua itu karena adanya
pihak-pihak yang kontra terhadap gerakan mahasiswa atau demonstrasi
contohnya pihak media, yang dimana kita ketahui bahwa media-media
sekarang adalah milik pengusaha yang sudah termasuk pula dalam ruang
lingkup elit politik. Seperti MNC Group (Hari Tanoe), Metro TV (Surya
Palo), TV One (Abu Rizal Bakrie) dll. Mengapa saya mengatakan bahwa
terkadang media yang seakan memprovokasi dan menimbulkan pandangan buruk
terhadap aksi demonstrasi mahasiswa yang di identic dengan kekerasan.
Seperti halnya aksi-aksi yang sering terjadi di Makassar yang sering
kita lihat bentrok dengan polisi atau masyarakat tetapi sebenarnya yang
terjadi mahasiswa bentrok dengan preman sewaan polisi yang berpura-pura
sebagai warga setempat dan di media-media di beritakan bahwa mahasiswa
bentrok dengan masyarakat, sehingga pandangan buruk terhadap mahasiswa
semakin terbentuk dalam benak dan pikiran masyarakat atau orang tua
kita.
Kembali lagi kita memfokuskan tentang wacana
gerakan mahasiswa saat ini yang tak lagi massif tetapi justru pragmatis
dan eksklusif. Jika kita melihat dari factor keilmuan atau kapasitas
intektual mahasiswa sekarang, justru sangat meyakinkan bahwa mahasiswa
memang adalah Agent Of Change. Tapi mengapa demikian gerakan mahasiswa
kini masih saja stagnan dalam geraknya. Banyaknya macam organisasi
mahasiswa yang kini eksis di berbagai kampus membuat gerakan ini tak
mampu lagi menunjukkan tujuan ulung sebagai mahasiswa penyambung lidah
rakyat. Memang turun ke jalan adalah salah satu bentuk implementasi dari
kesadaran atau bentuk menuju perubahan, tapi apakah setelah itu nasib
rakyat Indonesia akan berubah ? jelas belum ! karena kenapa, kembali
lagi mereka hanya sekedar tau bahwa sekarang Indonesia telah di jajah
(kapitalisme) tanpa ada kesadaran yang timbul dari hati dan tidak
mampunya mahasiswa membuat strategi-strategi politik serta perubahan
nyata atau implementasi dari konsep matang atau bahkan sudah basi karena
terlalu lama tersimpan di kepala para mahasiswa ini, makanya tidak
heran jika di katakan mahasiswa kini hanya beronani dengan pikirannya
sendiri.
Gejala-gejala social yang kini sudah semakin
terlihat dan gerak-gerik sang penjajah kini sudah mulai di dengar dan di
lihat tapi seakan tidak ada yang berani untuk melakukan perlawanan
terhadap mereka. Kini mahasiswa hanya sibuk bergelut dalam ruang lingkup
internalnya masing-masing, terperangkap dalam tempurung dengan
menjalankan aktifitas yang kadang tidak produktif bahkan ada yang
membuat kesibukan kompetisi sesama kawan sendiri yang semestinya
dijalani dengan program bersama, sehingga suatu keniscayaan jika gerakan
mahasiswa sebagai insan intelektual terkungkung dalam keterpurukan. Dan
kemudian karena banyaknya bentuk dan pemikiran organisasi ini sehingga
menghasilkan mahasiswa-mahasiswa yang arogansi organisasinya tinggi
bahkan bersifat egois dan fundamental. Lain halnya permasalahan para
kaum muda lain pula halnya permasalahan atau pergolakan di ruang lingkup
si kaum borjuasi dan slingkuhannya pemodal asing. Dimana kita ketahui
bahwa Indonesia yang merupakan anggota dari WTO (world trade
organization) semakin terpuruk, semakin dimiskinkan itu semua
dikarenakan kepentingan-kepentingan serakah dari pemerintah atau
penguasa di Indonesia sendiri. Berbagai macam asumsipun lahir atau
prediksi-prediksi bahwa di tahun 2015 neoliberalisme real akan menjadi
system pasar di Indonesia. Walau sebenarnya neoliberalisme sudah lama
menghantui produksi ekonomi local Indonesia. Contohnya berbagai macam
usaha-usaha luar yang dengan bebas berdiri di berbagai daerah di
Indonesia yang jelas semua itu akan mematikan lokalitas ekonomi di
Indonesia tentunya. walau sebenarnya di setiap daerah ada regulasi atau
peraturan daerah yang mengaturnya, namun semua itu tak mampu menahan
keseimbangan antara pelaku usaha asing dan local di setiap daerah di
Indonesia. Pemerintah memang sudah tak mampu lagi berbuat apa-apa, bisa
di bilang kita hanya menunggu Indonesia di miliki oleh Negara-negara
adikuasa seperti USA. Jika seperti itu kita mesti harus kembali
membangunkan harimau-harimau forum agar mulai keluar dari sarangnya dan
mulai melakukan gerakan nyata bukan hanya bisanya obral teori semata.
perlawanan terhadap system kapitalisme mungkin sudah banyak di rancang
oleh berbagai organisasi mahasiswa atau elemen-elemen masyarakat
tertindas. Namun karena tidak menyatunya gerakan atau
terkoktak-kotakkannya gerakan sehingga tidak sampai pada hasil yang di
inginkan. Semua itu bukan hanya arogansi organisasi yang dimiliki
sebahagian besar para aktivis pro rakyat tapi juga keegoisan dari mereka
sendiri dan anggapan mereka atau yang menganggap bahwa mahasiswalah
satu-satunya yang mampu merubah Indonesia saat ini. sehingga menganggap
bahwa masyarakat yang awam (buruh, petani, dan miskin kota) harusnya
hanya tinggal diam dan menunggu nasibnya di rubah. Padahal kalau kita
melihat justru gerakan merekalah yang massif saat ini karena memang
mereka sudah terserikatkan dan semua itu karena kesadaran mereka yang
timbul karena memang merekalah yang lebih merasakan penindasan itu.
Andai jika gerakan persatuan mahasiswa dan elemen rakyat tertindas
lainnya menyatu untuk melakukan perlawanan, mungkin kita atau Indonesia
akan menuai harapan yang indah yaitu kesejahteraan.
Mahasiswa Saatnya Keluar Dari Sarangnya (Kampus)
Gerakan mahasiswa tak mampu lagi memperlihatkan kemassifannya di
karenakan berbagai macam persoalan seperti yang saya katakan di
penjelasan sebelumnya. Kunci satu-satunya untuk melakukan pembebasan
rakyat dari tirani adalah gerakan berbagai pihak dan elemen masyarakat
yang menyatu dalam satu gerakan nyata dengan satu tujuan yaitu
perlawanan terhadap kapitalisme dan memperoleh kesejahteraan sebagai
imbalan dari perlawanannya. Tapi jika melihat organisasi-organisasi saat
ini yang masih sibuk dengan internalnya dan maunya bergerak sendiri
tanpa adanya konsolidasi jelas tidak akan menuai hasil yang maksimal
atau sesuai dengan harapan Indonesia tentunya. maka perlu kiranya
mahasiswa sekarang ini keluar dari dalam kampus dalam artian mulai
terbuka dengan organisasi lainnya atau elemen-elemen masyarakat lainnya
dan membangun pandangan atas musuh bersama yaitu kapitalisme. Mungkin
kita semua tahu bahwa segala sesuatu atau hampir semua sector di
Indonesia kini telah di kapitalisasi bahkan pedesaan yang notabennya
pertahanan terakhir sudah mulai di rebut oleh pihak kapitalis, maka
perlu kiranya mahasiswa yang mempunyai waktu luang mulai meninggalkan
paradigma Agent Of Change (yang sebenarnya buatan rezim orba) dan tak
lagi menyombongkan diri sebagai satu-satunya agent atau yang mampu
malakukan perubahan. Mahasiswa harusnya mulai turun melakukan advokasi
terhadap masyarakat dan melakukan penyebarluasan kesadaran terhadap
rakyat tentang system hari ini yang kontra terhadap kesejahteraan
rakyat. Dan kemudian membangun gerakan nyata bersama semua elemen
masyarakat karna memang mahasiswa adalah kaum pelopor bagi agent of
change yaitu masyarakat. Masyarakatlah yang sebenarnya agent of change,
karena merekalah orang-orang yang telah memiliki kelas dan bersentuhan
langsung dengan proses kerja kapitalis dan mereka jugalah yang merasakan
penindasannya. Mahasiswa yang sebagai pelopor bagi masyarakat karena
dialah yang mempunyai waktu luang untuk memikirkan, merancang semua tapi
pelaku atau subyek perubahan itu adalah rakyat sendiri tentunya.
Saya sangat berharap mahasiswa mulai sadar akan posisi dan kondisi
negrinya saat ini yang di ambang kehancuran. Saatnya membuang semua
gengsi, arogansi organisasi, dan keegoisan sehingga dapat menyatukan
sentakan dan teriakan menuju cita-cita ulung semua masyarakat yang sadar
dan masyarakat yang rindu akan kesejahteraan. Perbedaan mamang jelas
dan akan selalu ada, bahkan perbedaanlah yang akan mempersatukan kita
untuk mencapai mimpi-mimpi indah kita bersama. Jangan sekali-kali
mengharapkan persatuan jika perbedaan engkau larang bahkan haramkan !
Tunduk Tertindas Atau Bangkit Melawan
Salam Pelopor !!!
Minggu, 31 Agustus 2014
Coretan Siswa Progresif
Coretan Siswa Progresif
Ame’ LeftRed 29/08/2014
Ame’ LeftRed 29/08/2014
Kali ini saya mencoba menuangkan secuil cerita tentang
kisah kehidupan siswa progresif, mereka di sebut sebagai siswa progresif karena
mereka merupakan anggota dari Forum Komunikasi Siswa Progresif (FKSP) yahh
walau kenyataannya pemikiran dan tindakan dari mereka masih jauh dari sikap
keprogresifan yang mereka harapkan sendiri. Namun dengan keyakinan dialektika
yang mereka yakini, mereka berharap akan menghasilkan suatu perubahan dan gerak
positif dan sesuai syarat pensyaratan menjadi seorang siswa progresif.
Memulai dari kehidupan atau kegiatan-kegiatan ceremonial
yang sering mereka lakukan saat berkumpul di istana tercinta atau sekretariat,
dengan bermodalkan nekad dan dengan bertujuan mengikat kader-kader baru mereka,
kegiatan ceremonial yang mereka lakukan selalu menghasilkan akhir seperti yang
di harapkan sebelumnya. Tak heran memang jika kegiatan ceremonial yang selalu mereka
lakukan, pertama mereka jelas masih berstatus sebagai seorang siswa SMP dan SMA
jadi sifat kekanak-kanakan jelas masih terbawa, namun dengan bimbingan dari
kawan-kawan KPO PRP atau yang biasa mereka sebut kaum proletariat semoga
keprogresifan yang di inginkan dapat mereka jadikan sebagai jati diri sebagai
seorang siswa yang bergulat juga pada dunia akademis dan Organisasi. Bukan hal
mengherankan jika kegiatan-kegiatan ceremonial yang mereka lakukan selalu
menyisakan banyak kerinduan, di karenakan kebersamaan yang coba mereka bangun
betul-betul teraktualisasikan dalam kehidupan mereka.
Kegitan-kegiatan ceremonial yang biasa mereka lakukan
untuk selalu mengaktifkan kader untuk tetap stay di sekretariat seperti
misalnya rekreasi, makan-makan, dan ngumpul minum kopi dan bernostalgia
mengingat perjuangan-perjuangan yang pernah mereka lakukan. Atau simplenya
masyarakat sering menyebutnya dengan istilah “mangngacara”.
Jelas tidak mungkin menjadi seorang siswa yang progresif
jika hanya mampu mengadakan kegitan-kegiatan ceremonial semata, maka mereka
buktikan atau imbangi dengan kegiatan positif lainnya guna memperkuat idiologi
atau intelektualitas serta keterampilan, mereka juga sering mengadakan
pelatihan-pelatihan bagi kader dan siswa-siswa yang lain walau bukan anggota
FKSP. Seperti misalnya pelatihan membuat Blog, belajar/kursus bahasa korea dan
diskusi panel setiap tahunnya dengan mengundang beberapa sekolah yang ada di
kota polewali mandar walau kegiatan tersebut sudah menjadi program kerja mereka
dalam organisasi. Bukan hanya itu, dengan menjadwalkan 2 hari dalam seminggu
mereka berkumpul beradu argument, berdiskusi dalam menyelesikan satu masalah.
Bukanlah siswa progresif jika hanya bergulat di luar
sekolah, maka dari itu mereka juga meningkatkan keprogresifannya di lingkungan
sekolah mulai dari keaktifan di dalam kelas saat belajar sampai kepada
menguasai kepemimpinan siswa di sekolah masing-masing. Seperti keadaan yang
terjadi di sekolah yang terletak di Kanang, desa batetangnga, kalau melihat
dari sejarah kepemimpinan siswa di sekolah tersebut hampir semua yang pernah
menjabat sebagai President siswa semuanya dari Forum Komunikasi Siswa
Progresif. Karena dengan TRILOGI atau Belajar berorganisasi dan berjuang yang
telah menjadi pedoman mereka selalu membuktikan bahwa mereka benar-benar pantas
di sebut sebagai siswa Progresif. Dinamika dalam berorganisasi jelas mereka
akan dapatkan, seperti dengan keterbatasan finansial yang kemudian menghambat
mereka dalam mengembangkan diri. Namun mereka selalu bisa melewati dengan
kesabaran yang teguh dan penuh keyakinan. Bukan siswa progresif namanya jika
melewati hari-hari dengan simple dan enteng-enteng saja, justru jika dengan
banyaknya masalah yang mereka hadapi, mereka berharap dapat menuai pembelajaran
dari masalah tersebut. Dikucilkan, yaaa... itu juga menjadi salah satu masalah
yang serius yang selalu mereka hadapi, di kucilkan dalam lingkungan masyarakat
bukan karena kegiatan-kegiatan yang mereka lakukan selalu bernilai negatif
namun justru adanya ketidak sepahaman dengan para orang tua kami sehingga
lahirlah anggapan buruk dan justifikasi yang menjadi paradigma bagi sebahagian
masyarakat dalam memandang mereka, namun sekali lagi mereka dengan sigap dan
tegar menghadapi semuanya dan selalu mencoba membuktikan bahwa
anggapan-anggapan buruk masyarakat itu adalah sebuah kesalahan yang fatal.
Namun dengan melihat situasi dan kondisi serta posisi mereka, sungguh seuatu
yang lebih salah lagi jika langsung frontal melawan semua itu. Kemudian di
kucilkan di sekolah, justru menjadi senjata ampuh bagi mereka untuk membuktikan
bahwa mereka tidak seperti yang orang lain pikirkan. Terbukti dengan
prestasi-prestasi yang selalu mereka torehkan di dalam maupun diluar sekolah.
Jati diri yang jelas masih remaja, mereka juga selalu
memperlihatkan kehidupan-kehidupan romantismenya. Sesuatu hal yang wajar
memang. Bahkan mereka sering mengatakan bahwa romantisme adalah bumbu-bumbu
Revolusi. Kisah romantisme atau asmara yang sering menjadi taktik dalam
merekrut atau mengorganisir anggota baru juga menjadi secuil cerita mereka
dalam berorganisasi. Memacari anggota lain pun tak terelakan sering mereka
lakukan. Namun kesalahan ketika hal tersebut mereka budayakan adalah pemikiran
yang masih remaja belum mampu menilai kondisi jika harus bermasalah dalam
urusan pribadi/asmara mereka juga sering libatkan atau mereka bawa juga dalam
persoalan organisasi, misalnya ketika mereka putus hubungan dalam berpacaran,
salah satu dari mereka pastinya merasa enggan untuk bergabung lagi di
organisasi. Mungkin merasa malu kepada sang mantan atau justru memendam rasa
benci karna putusnya hubungan. Kelucuan-kelucuan kisah romantisme mereka juga
membawa nilai-nilai kebersamaan, seperti di saat mereka mengalami masalah dalam
berpacaran, biasanya mereka diskusikan dalam organisasi. Begitu juga ketika
memendam rasa sayang kepada salah satu anggota lain atau orang yang di luar
dari pada FKSP selalu mereka bicarakan secara serius namun tetap ada
bumbu-bumbu candaan di dalamnya.
Masih banyak cerita dan keseruan yang perlu di tuangkan
dalam coretan-coretan kata, namun kali ini saya hanya bisa menungkit dan menceritakan
sedikit saja kisah dari sisi kehidupan siswa progresif. Maka dari itu nantikan
coretan-coretan selajutnya atau edisi-edisi berikutnya dengan kisah atau cerita
yang tak kala menariknya. Tetap semangat saya pesankan kepada mereka siswa
progresif semoga dalam menjalani kehidupan dengan belajar berorganisasi dan
berjuang dapat menuai perubahan besar seperti yang di impikan bersama, dan
tetap menjadikan semua orang Guru, dan alam raya sebagai sekolah.
Terima kasih
Jumat, 29 Agustus 2014
pada masa remaja kita biasanya suka bermimpi dengan impian dan cita-cita yang tinggi tapi karena berbagai alasan dan keadaan yang tidak mendukung sehingga kita rela melepaskan semua impian-impian tersebut tpi ketahuilah para sahabatku itu adalah tindakan yang kurang baik karena yang sebaiknya yang kau lakukan ialah tetap mempertahankan impian tersebut dan membuat dirimu pantas akan cita-cita dan impianmu itu sobat.
pendidikan
Logika ini
sengaja kutuangkan dalam sebuah coretan yang tentunya sebagai luapan ke cemasanku
terhadap pendidikan, ku sadari tulisan ini masih sangat subjektif karena
tulisan ini tercipta tidak melalui dengan hasil kajian-kajian ilmiah dan tidak
melalui perdebatan yang panjang, karena tulisan ini hanyalah sebuah keluh
kesahku terhadap dunia pendidikan yang tentunya akan sangat mempengaruhi masa
depan ummat manusia. Penulis hanya mengambil pengalaman pribadi yang kutemukan
diberbagai tempat dalam kehidupan sehari-hari.
Sekolah menjadi
hal yang sangat penting untuk melangsungkan hidup manusia, sekolah tidak hanya
bicara bagaimana memanusiakan manusia tapi sekolah juga harus mampu membawa dan
merubah dunia ini Menjadi dunia yang lebih Baik. Untuk itu untuk mewujudkan hak
tersebut maka sekolah sudah seharusnya diajarkan bagaimana merubah tatanan ini
yang hancur menjadi tatanan yang lebih baik, bukan sekolah yang tidak
mencerdaskan anak didik, bukan sekolah untuk mencari keuntungan sehingga yang
terjadi adalah tujuan dari pada sekolah itu keluar dari jalur rel yang sudah
ditentukan sehingga yang terjadi adalah pembodohan yang terorganisir dalam
sekolah.
Sekolah Dewasa
ini selalu diajak untuk bisa tunduk dan patuh kepada aturan yang ada tampa
diajarkan bagaimana menjadi manusia yang kritis, kritis bukan berarti melawan,
kritis adalah menyatakan salah dan memberikan jalan lain yang tentunya dengan
logika yang masuk akal. Menyatakan tidak sepakat tampa disertai dengan
penjelasan yang ilmiah itu bukan bagian dari pada kritis. Karena banyak sekolah
ditemukan membuat aturan yang tidak mengikutkan partisifasi dan keikut sertaan
siswa dalam membuat sebiah kebijakan padahal metode yang demikian adalah bagian
dari pada pengaburan Demokrasi dalam bernegara. Sehingga yang terjadi budaya
BOSAN dan Malas selalu datang menghantui setiap saat ke peserta didik
Tawuran, tradisi
bolos, miras, sexs bebas, narkoba adalah bagian dari pada luapan emosi siswa yang
sebenarnya tidak terpasilitasinya dalam hal pendidikan. Peserta didik tidak
dilihat dari pada bagian yang punya pengetahuan untuk dikembangkan tapi peserta
didik dilihat sebagai bayi yang baru lahir yang harus disuap ilmu pengetahuan
masuk dalam kepalanya, sehingga yang terjadi adalah sebuah bentuk pendidikan
yang tidak akan mampu mengangkat kwalitas pendidikan menjadi lebih baik, karena
metode yang diajarkan dalam ini adalah sebuah metode yang sifatnya tidak
mendidik dan mencerdaskan. Biarkan lah para peserta didik di ikutkan dalam
pengambilan keputusan dalam membuat sebuah kebijakan agar mereka bisa menentukan
nasip mereka sendiri dan mereka juga memahami arti pentingnya dari pad sebuah
Demokrasi. Karena kulikulum membahas demokrasi tapi metode demokrasi tidak
pernah dibumikan disekolah inilah yang
aku sebut dengan sekolah yang tidak kemanusiaan karena sekolah yang seharusnya
memberikan gambaran demokrasi tapi mereka juga tidak melaksanakanya seakan-akan
demokrasi ini adalah demokrasi yang UTOPIS, sehingga jangan heran dikalau
banyak manusia yang tidak percaya dengan teori karena memang kita tidak pernah
diajarkan bagaimana membuktikan teori tersebut atau membumikan teori.
Kurikulum yang
ada hari ini tidak jauh beda dengan sisi-sisi lain yang sama-sama tidak bisa
dijadikan sebagai tonggak kecerdasan bisa dibayangkan dalam peraturan Menteri
Pendidikan sekolah harus sudah sampai jam 15 : 00 adalah bagian dari pada
bentuk keputusan yang amat keliru karena pemerintah hanya melihat dari pada
jumlah jam pelajaran bukan dilihat dari pada kwalitas pengajaran itu banyak
negara-negara yang masuk dalam kategori sekolah terbaik di dunia tidak sampai
jam 03 sore pendidikanya hal ini disebabkan karena kwalitas mengajar dari guru
tersebut benar-benar teruji karena biarpun sampai 24 jam pelajaran kalau memang
metode pengajaran yang tidak direnovasi maka sudah dipastikan tidak akan pernah
membawa sekolah ini menjadi sekolah yang mampu menjadikan manusia untuk
kemanusiaan.
Sekolah yang
tidak bervisi kemanusiaan atau ILMIAH maka akan sangat sulit untuk mencerdaskan
peserta didik karena dengan tidak membumikan Ilmu yang didapat maka dalam
keseharianya sama halnya pengamalan teori tidak ada klu teori tidak diamalkan
maka sama dengan tidak bertindak atas dasar Kemanusiaan. Pendidikan yang ketika
hanya dilihat dari pada jumlah atau kwantitas maka akan sangat keliru untuk
mengangkat kwalitas pendidikan menjadi pendidikan untuk kemanusiaan, karena
kwantitas dan kwalitas harus dilihat sebagai 2 mata koin yang sama bukan
berbeda.
oleh
Muhammad Jabbar
(pernah menjadi Ketua.forum komunikasi siswa progresif)
Langganan:
Postingan (Atom)